Pages

24.8.13

Post from past: kat kan leren en lezen ook!


liburan semester kali ini aku isi dengan mengikuti semester pendek. aku mengambil satu mata kuliah mengenai perkembangan sastra di Belanda (kebetulan memang Belanda adalah majorku). Mempelajari perkembangan sastra dari abad pertengahan hingga modern. dua minggu terakhir, aku belajar mengenai sastra Belanda di abad pertengahan. Tidak hanya membahas sastra saja, kuliah ini juga menerangkan bagaimana keadaan sosial pada masa itu. Ada yang mengatakan bahwa prinsip pertama dari perkembangan kesusastraan
literatuur geschiedenis gaat te paard met de ontwikkeling van de maatschappij
(sejarah kesusastraan berjalan bersamaan dengan perkembangan masyarakatnya)




well, can't agree more ..
aku tidak akan menerangkan bagaimana perkembangan kesusastraan Belanda di dalam tulisan ini. yang akan aku curahkan di dalam tulisan ini bagaimana sebenarnya masyarakat sekitarku, yang merasa mereka adalah manusia modern, adalah manusia primitif dari abad pertengahan. hoe kan dat zo, eh?

Perkembangan kesusastraan Belanda pada abad pertengahan dibagi menjadi 3 periode; vroeg (awal), hoge (puncak), dan late (akhir). Di periode vroeg belum ditemukan tanda-tanda dari bentuk sastra di Belanda. baru pada periode hoge ditemukan teks tertua dengan bahasa Diets (bahasa masyarakat umum Eropa, bagian Duitse, Frankische, dan Burgondische) oleh seorang profesor asal Inggris. Pada abad pertengahan, keadaan kekuatan terbesar di masyarakat ada di tangan para kaum nigrat; kerajaan, bangsawan, dan rohaniawan. Masyarakat umum pada awalnya belum memiliki kemampuan seperti membaca atau menulis. hanya kaum-kaum terpelajar seperti para rohaniawan yang bisa berbahasa bahasa keilmuan, bahasa latin. Sastra pada saat itu masih ditentukan oleh kaum ningrat. Genre-genre yang berkembang pun masih banyak hubungannya dengan kaum borjuis itu (cerita kepahlawanan, cerita keagamaan). Bahkan, karya sastra merupakan karya kelompok, bukan karya perseorangan seperti sekarang. belum adanya pengakuan penulis ini juga disebabkan oleh karya sastra hanya dibacakan oleh para rohaniawan (di Gereja) dan didengarkan oleh masyarakat umum. umumnya, cerita-cerita yang dibacakan adalah cerita mengenai kisah kepahlawanan dari golongan kaum ningrat. Seperti cerita-cerita tentang Raja Karel (salah satu raja dari bagian Frankische yang sangat terkenal) dengan kehebatannya yang membuat para ksatria tunduk patuh kepada dirinya. Lalu rohaniawan membuat cerita tentang keajaiban-keajaiban yang muncul apabila masyarakat taat beribadah. Oh ya, cerita kepahlawanan pun tetap juga memasukan unsur kristiani dalam ceritanya seperti adanya bisikan malaikat kepada seorang raja untuk melakukan sesuatu.

Namun, semuanya berubah ketika peradaban memasuki abad Renaissance. Martin Luther memberikan 31 dalil dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh gereja katolik. Adanya pikiran bahwa gereja katolik pada masa itu memanfaatkan agama untuk mendapatkan keuntungan, seperti keuntungan duniawi di mana untuk menebus dosa cukup dengan membayar saja.

Ini yang ingin aku soroti dalam tulisan ini. Di mana, modern ini, agama di bawa-bawa dalam urusan politik, gaya hidup, dan segala hal yang nantinya dapat menimbulkan perselisihan. Aku bukan lah ahli politik dengan segala -isme yang ada. Mendengarkan tv (ya, bercandaan 'mendengarkan tv, membaca radio, menonton koran' sepertinya terjadi kepadaku) membuatku tahu beberapa hal bodoh yang dilakukan pemerintah dengan seluruh partai-partai kempot itu. seperti salah satunya si koruptor dari partai yang menjunjung tinggi nilai syariat suatu agama namun hal itu digunakan (sepertinya) hanya untuk menarik simpatik dari para pemeluk agama tersebut yang sudah apatis dengan pemerintahan yang terkesan tidak 'agamais'. Sayangnya hal itu dihancurkan dengan manisnya oleh si koruptor dan ya, terima kasih bapak, kalian membuat masyarakat semakin apatis dengan pemerintah. luarrr biasa, pantas saja mereka dikeluarkan dari kelompok. seperti anak TK, yang tidak mengikuti aturan dianggap keluar dari permainan lalu dimusuhi.

Lalu dalam gaya hidup, kain-kain sekarang sepertinya sudah dibeli dalam partai besar oleh para penjahit penutup aurat perempuan. Aku senang dengan kain-kain itu, bahkan dari kecil, mamaku memakain kain itu untuk menutupi kepalanya semenjak ia mengunjungi Ka'bah pada bulan pemenggalan kambing/sapi. Kain-kain itu sekarang mulai populer dengan berkembangnya model-model lilitannya. senang sebenarnya hati ini melihat bahwa salah satu hukum agamaku sudah mulai diikuti (walaupun aku belum), tetapi sedih rasanya hatiku setiap melihat para perempuan-perempuan itu menggunakan kain nan suci dan menjadi ria karenanya. Aku senang melihat betapa cantiknya perempuan-perempuan itu dengan lilitan kain yang unik-unik di kepala mereka. bahkan berwarna-warni dan tidak sekaku dahulu kala. Tetapi miris hati ini melihat keborosan mereka dalam gaya hidupnya. Syukron, ucap mereka tiap memamerkan barang-barang duniawi apa saja yang mereka dapatkan, alhamdulillah, tetapi apa itu yang diajarkan oleh kitab suci setelah kita berkain?
Perhatianku membuatku berpikir, agama sekarang digunakan kembali untuk 'mensucikan' segala hal yang dilakukan oleh manusia. semuanya membawa nama agama untuk melindungi diri mereka. itu baik , memang toh kita sebagai manusia beragama akan meminta perlindungan Tuhan pada akhirnya. Tetapi yang aku kasihani adalah agama digunakan untuk melindungi hal-hal duniawi yang sebenarnya secara tidak sadar sendiri itu adalah hal yang tidak baik dalam ajaran agama.

Kapitalis. ya. tidak salah, tidak berdosa. hanya saja, aku melihat apa yang dihasilkan oleh kapitalis membuat manusia lupa akan dirinya. lupa akan tujuan hidupnya yang sebenarnya. tujuan hidup, yang bagi umat beragama, telah diatur oleh kitab suci. kapitalis seperti sebuah kekuatan besar yang mulai sadar keberadaannya akan tergoyahkan oleh pemikiran orang timur yang taat akan leluhur, agama. mereka sekarang sedang ramai-ramai memasuki dunia timur dan mulai mengangkat nilai-nilai luhur yang ada di dalam masyarakat. tidak salah sebenarnya hal itu terjadi, karena pada akhirnya, segala pemikiran akan memiliki pola yang sama agar dapat diterima oleh orang banyak. tetapi, sayangnya kembali agama yang dibawa-bawa. sama seperti halnya pada abad pertengahan. Sekarang adalah masa di mana buku dan film yang laris manis adalah mereka yang bertemakan agama. Baik sebenarnya, saat manusia menjadi momento mori (ingat akan mati), tapi apa harus segala hal dikaitkan dengan agama?

Agama adalah suatu hal yang pribadi bagiku. Aku prihatin melihat orang-orang yang membawa-bawa elemen agama untuk mendapatkan dukungan. seperti yang dilakukan oleh seorang perempuan terkenal berkain yang menulis 'ayo dukung si penyanyi dengan faktor ini karena dia satu-satunya yang beragama seperti kita' ini sama saja menulis 'ayo dukung x karena dia yang punya agama'. Bukannya hal seperti itu malah menimbulkan sentimen sendiri terhadap orang yang beragama lain? Ada kesan dia sendiri yang menimbulkan keributan antara satu umat dengan umat yang lainnya ketika ia menyebutkan agama sebagai alasan. Padahal dia berkain loh dan seharusnya dia paham betul bahwa kita tidak boleh melihat seseorang dari apa yang ia pakai. Pakai di sini bagiku sama dengan mempercayai sesuatu.

Kata dosen feminisku, sebenarnya saat kita sedang mengkomentari apa yang perempuan lain gunakan, sebenarnya kita sebagai perempuan sedang melakukan penindasan terhadap perempuan yang menjadi bahan pembicaraan. aku di sini bukan ingin menindas kalian yang berkain. tetapi alangkah baiknya kalau benar-benar berkain juga dari hatinya, juga dari niat, juga dari penerapan apa yang diajarkan. aku tidak mengatakan kalian harus taat setaat-taatnya seperti dahulu orang menyiksa tubuhnya untuk merasakan kesucian setelah berbuat dosa, tidak. dunia pun harus tetap dirasakan. untuk apa Tuhan capek-capek menciptakan alam semesta dengan manusia yang diberkahi akal untuk membuat perkembangan di dunia ini. toh untuk kita nikmati juga. mungkin baiknya kita menggunakan akal budi. menurut kamus bahasa, akal budi berarti akal sehat, sementara bagiku akal budi adalah pikiran yang menggunakan nilai-nilai moral sesama manusia. Jangan bawa-bawa elemen-elemen agama untuk kepentingan yang hanya menguntungkan individu. kasihan pemeluk agama lainnya. bisa-bisa nantinya manusia memilih untuk tidak beragama hanya karena satu kesalahan kecil pemukanya.

Well, perhaps there'll be another Renaissance after this ~

No comments:

Post a Comment